Kamis, 12 November 2015

Putra Gunung Lawu Gugat Pemeritahan, Jokowi Bukan Satrio Piningit

Jakarta – Di tengah carut marutnya ketegangan politik di Indonesia, Putra Gunung Lawu menggugat pemerintahan yang kacau balau sekarang ini. “Menyonsong zaman kalasuba ini mau turun, karena sudah kepentok situasi. Keadaan sudah kacau balau, Jokowi tidak mengerti kebudayaan, kenapa dia mau membangun Trisakti namun sekarang dirubah menjadi kabinet kerja,” ungkap Spiritualis Ki Hardono dalam acara ritual Songsong Ratu Buwono dan dialog yang bertema Putra Lawu Gugat Keadaan Bangsa yang Makin Kacau Balau, Senin (22/1/2015), yang digelar Balai Penjuang Trisakti, Jakarta.
Spritualis yang mengaku Putra Asli Gunung Lawu ini juga membantah bahwa Presiden Jokowi satrio piningit sebagaimana dalam ramalan Jayabaya bahwa ada tujuh masa Indonesia akan mencapai jaman keemasan. Jaman ketujuh  atau disebut dengan jaman Tikus Pithi Anoto Baris, yang artinya pemimpin yang muncul dari kalangan orang kecil bukan anak seorang berpangkat, bukan seorang pejabat, bukan lahir dari darah biru, tidak mempunyai gelar apapun, namun mempunyai kemampuan membuat konsep sistem kenegaraan guna menata bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
“Jokwi bukan Satrio pingit, yang namanya dipingit itu belum pernah menjabat sesuatu sedangkan Jokowi pernah mejabat Wali Kota berati dia tidak dipingit karea dia sudah menjabat. Dia juga sudah pernah menjadi Gubernur, sedangkan Satrio Pingit itu belum berada dipanggung politik, belum menjadi pejabat, bukan Jenderal, dan tidak punya titel,” ujar Ki Hardono yang juga penulsi Buku “Nabi Adam Turun di Jawa”.
Ia pun memprediksi, dalam zaman Kalasuba pemimpin Indonesia akan berasal dari putra Gunung Lawu asli. “Maka Putra Piningit akan berasal dari Gunung Lawu sebagaimana saya mendapat petunjuk, hal ini juga saya pernah lakukan tes pertama itu mengigatkan Soeharto pada tahun 1985 sebelum bintang 10 mati, hingga akhirnya Pak Harto turun meskipun itu diturunkan bareng-bareng,” kisahnya.
“Jokowi memiliki titel Ir, dia pengusaha, sedangkan Satrio Piningit bukan seoarang anak yang kaya, bukan seorang pengusaha. Jadi kalau sudah menjadi Walikota berarti tidak dipingit, kalau muncul jadi Guberur berarti juga tidak dipingit,” tandasnya.
Secara garis besar perjalanan bangsa Indonesia yang telah diramalkan oleh Jayabaya (Raja Kediri) Indonesia akan mengalami tujuh jaman. Sekarang Indonesia telah mengalami pergantian tujuh Presiden yang menembus tujuh jaman itu, apakah Jokowi yang disebut-sebut orang yang akan membawa keemasan Indonesia? ini bagian dari perdebatan yang hangat dalam Forum tersebut.
Belum mencapai 100 hari terpilih sebagai Presiden, Jokowi masih saja dibantah sebagai pemimpin Satrio Pingit karena selang waktu ini banyak menimbulkan kontroversi. “Setiap keputusannya bermasalah, setiap tindakannya digugat, setiap kebijakannya diperdebatkan, hingga apa yang akan dia pikirkan bermasalah,” bebernya.
Hardono juga memaparkan mengenai simbol pemimpin tujuh satrio yang disebut dengan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu yang ditengarai sebagai simbol pemimpin yang akan muncul nanti. “Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu seorang yang menguasai ilmu sosial politik, sosial budaya, dan sosial spritual sebagaimana sosok yang tidak terikat dengan kepentingan duniawi, yang artinya juga setiap menyelesaikan masalah selalu mendapat petunujuk Tuhan,” terangnya.
Sosok Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu rupanya juga mempunyai senjata Trisula Wedho, yang merupakan sosok yang mengerti mengenai masalah sosial politik, sosial budaya, dan sosial spritual. Tatkala itu sosok tersebut mempunyai kecerdasan intelgensi (IQ), Kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Selain itu, dia ini juga ternyata merupakan seorang tabib, olahragawan, seniman, psikolog, dan teolog, bahkan mengerti tentang ilmu kenabian sehingga ia mampu memahami tentang kesehatan badan, kesehatan negara, dan kesehatan ruhani. Pada intinya mampu mensejahterakan rakyatnya baik secara lahiriah, batiniah maupun rohaniah.
Sosok Satrio Piningit tersebut juga diterangkan dalam naskah Pustoko Rojo sebagaimana yang tercantum dalam tulisan yang berjudul “Nabi Adam Turun di Jawa”, bahwa ratu adil itu yang disebut dengan Satrio Muda Taruna Sinengker Ing Yang. Merupakan perjaka muda dipingit oleh Tuhan atau mendapat bimbingan pengetahuan, pengertian dan pemahaman dari Tuhan disebut Satrio Piningit. Sedangkan dalam Tembang Lir-ilir diterangkan figur pemimpin untuk memperbaiki bangsa Indonesia disebit Bocah Angon yang berasal dari desa yang mendapat bimbingan dari Tuhan.
Selanjutnya, Ki Hardono membagi permasalahan Pancasila dalam Pusaran Zaman Kalatida atau Zaman Edan yang memposisikan orang dalam keraguan akan kebenaran, serta Kalasuba zaman dimana nilai-nilai kebenaran atau spiritual akan ditegakkan di muka bumi ini.
Sedangkan dalam sudut pandang Bambang, mantan anggota MPR RI, seluruh warga negara itu adalah orang Jawa. “Sesugguhnya seluruh warga negara dunia adalah orang Jawa, saya bisa dikatakan bukan orang Jawa ketika saya tidak Jawani. Orang Jawani itu melihat semuanya benar melihat Jokowi dari depan tampangnya tidak memenuhi syarat dan sebagainya maka beliau mengatakan itu bukan satrio paningit, tapi mas Arif melihat Jokowi dari belakang ternyata di belakang Jokowi itu pendukungya banyak wah ini satria,” tanggapnya.
Jadi, tegas dia, dari sisi orang Jawa tidak ada kata yang disebut salah, semuanya benar, dan karena semua benar orang Jawa merasa tidak pernah dijajah oleh Belanda karena orang Jawa berterima kasih kepada Belanda gara-gara Belanda datang sehingga ada jalan dari Jawa Timur sampai Jawa Barat.
“Kalau ada orang Jawa menggugat itu artinya sudah masuk pada kategori dia teruji sebagai orang yang Jawani. Indonesia menggugat Bung Karno bukan orang Jawa menggugat artinya di sini sebuah pengertian jangan ada perasaan tersinggung kalau saya bukan orang Jawa apalagi diperkecil menjadi putra Lawu,” ungkapnya.
Yang disebut putra Lawu, jelas dia, adalah mereka yang pernah disentuh oleh abu vulkaniknya Gunung Lawu. Pada saat Gunung Lawu meletus seluruh dunia terbagi abu-abu itu sehingga putra Lawu adalah putra dunia. “Ini juga kata orang Jawa benar dan ada juga yang mengatakan salah, menurut saya di sini tidak ada yang salah, semuanya benar,” kilahnya.
Mantan wartawan ini juga membeberkan persoalan pengalamannya dengan menyebut Surjono Mardani saat masih hidup pada malam hari meminta helikopter ke Bawean dan seterusya, dan saat itu Lawu dijadikan pusat dimana pusat-pusat simbol kekuatan yang dianggap mereka kekuatan untuk melindungi semua pemimpin termasuk Pak Harto.
“Kalau Nabi Adam turun di tanah Jawa dan disebut tanah Jawa, Gunung Lawu, bisa saja pengertiannya terserah orang menafsirkannya karena kata Jawa itu sendiri memiliki sejuta tafsir, termasuk tadi Satrio Piningit itu artinya menurut saya tergantung orang menafsirkan kata Jawa itu memiliki sejuta tafsir,” jelasnya.
Adapun 7 jaman ramalan Jayabaya yaitu:
1. Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong (Kerutuhan Kerajaan Majapahit)
2. Semut Ireng Anak-anak Sapi (Penjajah Belanda Masuk ke Indonesia)
3. Kebo Bongkang Nyabrang Kali (Belanda keluar dan terusir dari bumi Pertiwi)
4. Dijajah Wong Cebol Sak Umure Jagung (Penjajah Jepang Masuk ke Indonesia)
5. Pitik Tarung Sak Tarangan (Konflik dan Perang Saudara di Indonesia era Presiden Soekarno)
6. Kodok Ijo Ongkang-Ongkang (Masa Sentralistik era Presiden Soeharto sampai dengan sekarang)
7. Tikus Pithi Anoto Baris (Jaman ini belum terjadi)
Selain itu diterangkan juga bangsa kita (Indonesia) akan mengalami kejayaan setelah dipimpin oleh 7 Satrio yaitu:
1. Satrio Kinunjoro (Simbolnya Bug Karno)
2. Satrio Kesandung Kesampar (Simbolnya Pak Harto)
3. Satrio Jinumput Sumelo Atur (Simbolnya Pak Habibie)
4. Satrio Lelono Broto (Simbolnya Gus Dur)
5. Satrio Hamung Tuwu (Simbolnya Ibu Megawati)
6. Satrio Bayong Pambukane Gapuro (Simbolnya Pak SBY)
7. Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (Simbolnya pempimpin yang akan muncul nanti)
(Asma)
sember http://obsessionnews.com/putra-gunung-lawu-gugat-pemeritahan-jokowi-bukan-putra-pingitan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar